Kesederhanaan, Keteladanan Yang Diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW
Sebelum ada
yang berkomentar bahwa “Jangan samakan Pejabat negara atau politisi dengan
nabi, karena manusia biasa tidak mungkin bisa seperti nabi”, maka disini perlu
dijelaskan bahwa, Salah satu alasan kenapa Tuhan menurunkan Nabi dan Rasul
dalam sosok seorang Manusia adalah supaya Manusia bisa mengikuti sifat baiknya.
Hal tersebut
karena jika Tuhan menurunkan Nabi dan Rasul dalam sosok Malaikat, tentunya
manusia tidak bisa mengikutinya.
Perlu
dicatat juga bahwa, ketika ada orang memiliki sifat baik yang sama seperti Nabi
dan Rasul, bukan berarti secara otomatis orang tersebut dianggap sama dengan
Nabi dan Rasul.
Jika kita
membaca sejarah Nabi Muhammad S.A.W, salah satu teladan yang seharusnya diikuti
oleh para pejabat dan penguasa serta politisi kita yaitu kesederhanaan Nabi Muhammad SAW.
Nabi
Muhammad SAW dalam catatan sejarah terbukti menjadi pedagang yang sukses kala
itu. Terlebih saat Nabi Muhammad SAW menikah dengan Sayidah Khadijah,
seorang pengusaha yang kaya raya, saat itu menjadikan Nabi Muhammad SAW menjadi
pengusaha yang kaya raya.
Tapi coba
lihat, Kekayaanya yang begitu besar hampir semuanya dibelanjakan untuk Bangsa
dan Negaranya serta untuk Agama dan Umatnya. Sedangkan Nabi
Muhammad SAW sendiri dalam tidurnya hanya menggunakan anyaman
pelepah daun kurma.
Tidak hanya
soal papan tidurnya, dalam memakan Nabi Muhammad SAW juga sangat
sederhana.
Nabi
Muhammad SAW juga berkali-kali menekankan kepada Umatnya khususnya
yang menjadi pemimpin dan khalifah supaya mengutamakan rakyatnya. Jangan sampai
disaat masih ada rakyat yang kelaparan tapi pemimpinya justru hidup bergelimang
harta.
Semua itu
sangat ditekankan karena seorang pemimpin, di akherat nanti pastinya akan
dimintai pertanggungjawabanya selama menjadi pemimpin.
Apa yang
diajarkan Nabi Muhammad SAW tersebut juga diikuti oleh keempat
Sahabat terbaik beliau yang selalu hidup sederhana. Mereka itu adalah Abu
Bakar RA, Umar bin Khattab RA, Usman bin Affan RA, dan Ali bin Abi Thalib KWH.
Keempat
penerus Khalifah tersebut mewarisi gaya hidup kesederhanaan Nabi
Muhammad SAW. Bukan karena mereka miskin, para khalifah tersebut juga
terkenal sebagai pengusaha yang sukses tapi mereka tetap hidup sederhana.
Hal tersebut
tentunya sangat berbeda sekali dengan pemimpin-pemimpin di negeri kita.
Para Pemimpin
dan politikus kita lebih banyak terlalu hidup dengan bermegah-megah. Lihatlah
kekayaan mereka, dimulai dari rumah yang mewah, mobil mewah, pakaian yang
mewah, serta serba kemewahan yang lainya.
Gambaran
tersebut menggambarkan seolah mereka sebagai pejabat lupa bahwa di negeri ini
masih banyak yang menderita. Jangankan bermimpi disebut hidup layak dan
berkecukupan. Di beberapa daerah masih ada yang harus mati hanya karena gizi
buruk.
Hal ini
tentunya membuat hati kita miris dan mengelus dada dan mempertanyakan dimana
nurani mereka?
Yang lebih
menjijikan lagi adalah ketika diantara mereka lebih memilih menikah lagi dengan
alasan pribadinya daripada harus berfikir bagaimana kekayaan yang buat menikah
tersebut sebenarnya masih dibutuhkan untuk orang-orang yang masih kelaparan dan
bergizi buruk.
Padahal
perlu dicatat bahwa sebagian besar kekayaan pejabat kita tentunya didapat dari
keringat rakyat yang kita bayarkan melalui pajak.
Kalaupun
seandainya itu kekayaan memang hak dia dan milik mereka yang sudah kita
bayarkan, tapi harus diingat bahwa dalam hukum Islam, sebagian kekayaan kita
adalah bukan milik kita dan hanya titipan. Dan dalam harta dan kekayaan kita
ada hak-hak anak yatim dan yang lainya yang memang membutuhkanya.
Apakah TIDAK
MALU, jadi pejabat negara bergaya hidup mewah dengan kekayaanya, akan tetapi di
daerah masih ada rakyat dan masyarakat harus Meninggal hanya karena Gizi Buruk?
Silahkan
anda mengartikan dan menganggap jika tokoh idola dan partai anda sudah hidup
sederhana. Itu hak anda dan mungkin memang standard hidup anda seperti itu.
Akan tetapi
bagi kita yang hanya sebagai seorang anak petani bisa merasakan dan menganggap
jika kebanyakan dan rata-rata GAYA HIDUP pejabat dan elit partai di Indonesia
jauh dari kata SEDERHANA.
Semoga saja
dalam peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad S.A.W yang berkali-kali kita
rayakan ini bisa menyadarkan pejabat kita dan elit partainya supaya mengikuti
keteladanan nabi khususnya untuk bergaya hidup sederhana.
Jika pejabat
dan elit partai di negara kita semuanya bisa memiliki gaya hidup yang
sederhana, maka yakinlah korupsi tidak akan lagi ada di Indonesia. Karena tidak
mungkin seorang yang hidup sederhana itu mempan untuk menerima suap apalagi
korupsi.
Mereka yang
mau menerima suap dan korupsi PASTILAH bukan dari orang yang hidup sederhana
melainkan segerombolan ORANG-ORANG YANG TAMAK, RAKUS, dan TIDAK PUNYA MALU
APALAGI TAKUT DENGAN DOSA..!
Terdapat banyak kisah para sahabat yang bercerita tentang keimanannya terhadap Islam. Seperti sahabat Ibnul Atsir yang menyebutkan bahwa ketika delegasi Suwaid bin Harits al-Azdi datang menghadap Rasulullah SAW, beliau bertanya kepada mereka, “Siapa kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang yang beriman, wahai Rasulullah.”
Nabi tersenyum lalu berkata, “Sesungguhnya setiap ucapan itu ada buktinya, apa bukti iman kalian?”
Mereka menjawab, “Lima belas sifat (sebagai buktinya). Lima di antaranya adalah yang diiperintahkan oleh utusan-utusanmu untuk kami imani, lima yang engkau perintahkan kepada kami, dan lima yang sudah menjadi akhlak kami di masa jahiliah yang masih kami pertahankan kecuali bila ada yang tidak engkau suka.”
Nabi SAW bertanya, “Apa lima sifat yang telah diperintahkan oleh utusan-utusanku untuk kalian imani?”
“Utusan-utusanmu memerintahkan kami untuk beriman kepada Allah, para malaikat, kitab suci, para rasul dan kepada hari berbangkit setelah kematian.”
“Lalu apa lima hal yang aku perintahkan untuk kalian kerjakan?”
“Mengucapkan Lailahaillallah Muhammadurrasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika mampu.”
“Kemudian apa lima hal yang sudah menjadi akhlak kalian di masa jahiliah?”
“Bersyukur ketika senang, sabar ketika musibah, ridha dengan pahitnya qadha (ketentuan Allah), ksatria di medan perang, dan tidak gembira dengan bencana yang menimpa musuh.”
Nabi SAW berkata, “Mereka adalah orang-orang bijak dan cerdik cendekiawan. Mereka hampir mencapai derajat para nabi karena kefaqihan mereka.”
Nabi kemudian melanjutkan, “Aku akan menambahkan lima hal lagi sehingga genap menjadi dua puluh sifat jika benar apa yang kalian katakan, ‘Jangan kumpulkan apa yang tidak akan kalian makan, jangan bangun apa yang tidak akan kalian tempati, jangan mengejar sesuatu yang akan sirna dari kalian, takutlah kepada Allah yang kepada-Nya kalian dikembalikan, dan diperlihatkan amalan-amalan kalian serta kejarlah sesuatu yang pasti akan kalian jumpai dan di sana kalian akan kekal.” Usdul Ghabah fi Ma’rifati. ash-Shahabah oleh Ibnul Atsir Rasulullah SAW telah meletakkan pondasi keimanan kepada Allah ‘azza wajalla yang hakiki untuk kaum tersebut dan juga untuk kita orang-orang sesudah mereka. Di antaranya adalah larangan dari lima hal terakhir yang telah membinasakan umat-umat terdahulu seperti kaum ‘Ad, Tsamud, dan umat-umat lain yang kehancuran mereka adalah akibat melakukan apa yang telah dilarang oleh Rasulullah SAW di atas.
Karena itu, kita tidak boleh membangun gedung-gedung yang megah hanya karena dorongan ingin tetap kekal dan abadi sebagaimana yang terjadi dulu dan sekarang. Bangunan yang didirikan hendaknya adalah atas dasar kebutuhan dan untuk kita tempati atau orang lain yang akan memanfaatkannya serta mampu menjadi solusi bagi masalah perumahan dan tempat tinggal.
Begitu pula dalam hal mengumpulkan dan menyimpan makanan serta larangan untuk berlomba-lomba mengejar dunia. Semua itu akan mengantarkan kita pada ketakwaan kepada Allah SWT.